Nonton Film dan Diskusi Bersama tentang Emansipasi Perempuan

Pontianak, FISIP UNTAN,-

Bung dan Nona, kapankah kita semua bisa duduk bersama untuk berbagi merayakan ide?. Nah, Program Studi Antropologi Sosial, FISIP, Universitas Tanjungpura mempunyai program bulanan yaitu salah satunya adalah Nonton Film dan Diskusi Bersama. Tepat di tanggal 21 April diperingati Hari Kartini. Hari dimana suara emansipasi perempuan dan keadilan gender digaungkan.

Di tanggal 21 April 2017, Program Studi Antropologi Sosial bersama Himpunan Mahasiswa Antropologi Sosial, FISIP Universitas Tanjungpura juga merayakannya dengan kegiatan Nonton Film dan Diskusi Bersama yang sudah menginjak seri ke 3. Film yang diangkat kali ini adalah “North Country”. Acara gratis dan untuk umum ini dimulai jam 13.00 WIB di ruangan B5, FISIP, Universitas Tanjungpura. Film ini mengungkap bagaimana perjuangan seorang perempuan untuk menuntut keadilan dan kesetaraan gender terutama dalam lingkungan kerja.

Sebelumnya di tanggal 30 Maret 2017, Prodi Antropologi Sosial bekerja sama dengan Jurnal Perempuan juga mengadakan Diskusi Publik yang bertema “Perempuan dan Kebijakan Publik”. (baca beritanya disini)

 


Deskripsi Film

Film “North Country” dirilis tahun 2005 dan diangkat dari kisah nyata. Perjuangan seorang perempuan yang bernama Josey Aimes yang mengalami sendiri perlakuan pelecehan seksual, kekerasan verbal, intimidasi dan diskriminasi di lingkungan kerja pertambangan. Selain itu Josey juga mengalami beban ganda harus memikul berat beban hidupnya karena selain menjadi single parent untuk kedua anaknya, dia juga mendapatkan pandangan negatif dari masyarakat sekitarnya.

Di lingkungan kerja pertambangan yang keras dan didominasi oleh pekerja laki-laki, nasib Josey tidak sendirian. Namun, dialami juga oleh teman-teman perempuan sesama pekerja di tambang. Berbagai usaha untuk mendapatkan perlakuan yang adil tidak membuahkan hasil. Bahkan Josey dianggap pembuat onar di perusahaan. Selain dimusuhi oleh para pekerja termasuk teman-teman sesama perempuan, Josey juga dipaksa oleh manajemen perusahaan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan.

Ketika perempuan-perempuan yang lain berdiam diri dan bahkan para laki-laki yang mengetahui ada ketidakberesan di lingkungan kerjanya tetapi hanya memaklumi saja dan membiarkan, Josey berdiri sendiri menolak segala bentuk ketidakadilan dan kekerasan terhadap perempuan. Josey mengangkat permasalahan ini ke meja persidangan dan menuntut perusahaan.

Dialog di meja persidangan dan problem-problem yang dialami oleh para pekerja perempuan di pertambangan inilah yang menarik untuk diikuti.


 

Film ini juga berkaitan dengan salah satu mata kuliah di Prodi Antropologi Sosial, FISIP, Universitas Tanjungpura. Khususnya mata kuliah Antropologi Gender dan Seksualitas. Di mata kuliah ini banyak mengulas mengenai permasalahan sensitivitas gender dan mendalami teori. Seringkali masih dijumpai pemahaman yang keliru atau tumpang tindih mengenai gender dan jenis kelamin. Bahkan banyak orang yang menganggapnya sama. Padahal antara gender dan jenis kelamin jelas berbeda.

Jenis kelamin berkaitan dengan perbedaan anatomi biologis. Sedangkan gender merupakan aspek sosial kultural yang mengkontruksi dan membedakan antara laki-laki dan perempuan dari peran, fungsi, perilaku, nilai hak, dan sebagainya. Bicara tentang gender juga berbicara tentang relasi kekuasaan yang seringkali timpang. Gender bisa berubah seiring dengan dinamika sosial budaya masyarakat.

Adanya diskriminasi, marginalisasi, stereotip, dan segala bentuk keadilan gender masih sering terlihat di dalam masyarakat. Ketidakadilan gender juga mendorong lahirnya berbagai gerakan untuk melawannya. Penelitian, diskusi, dan aksi diadakan untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender.

Adanya program kegiatan Nonton Film dan Diskusi Bersama ini diharapkan bisa memberikan wawasan dan menumbuhkan budaya diskusi ilmiah di kampus. Diskusi film ini didesain lebih santai dan duduk melingkar. Berbagi ide dan pengalaman diharapkan bisa mengkayakan dalam diskusi ini.

Merayakan kembali Hari Kartini seperti mengingat kembali untaian kata-kata perjuangan R.A. Kartini yang ditulis tanggal 12 Desember 1902 kepada Nyonya Abendanon :

“Kami berikhtiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup berdiri sendiri. Menolong diri sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih suka dari pada menolong orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula” (R.A. Kartini).

 Mari Berdiskusi dan Mari Beraksi!

 

 

(Prodi Antropologi Sosial/Agus Yuliono)

Tinggalkan Balasan