Anda Pasti Tahu..(4)

Kesalahan menafsirkanRanking 4icu & webometrics

Kisah fiktif : Di sebuah arena pekan olah raga mahasiswa,  ramai sekali, para supporter  semangat berteriak, didorong oleh fanatisme kampusnya, didorong oleh perjuangan dan ingin hasil terbaik.  Kemudian dari peringkatnya, ternyata   PTN XXXX nomor 1 dan ITB, UGM, UI ada di peringkat bawahnya.Kemudian esoknya di media masa ada tulisan “PTN XXXX  adalah terbaik se Indonesia”

Ada juga kemaren lomba catur antara mahasiswa, PTN YYYY memenangkanya dan peringkat I, di atas ITB, UGM dan UI, kemudian pagi harinya di media masa tertulis “PTN YYYY terbaik se Indonesia berdasar Catur  xxxxx”

Gonjang-ganjing akhirnya, karena menang dilomba catur, lalu di-identik-kan bahwa total kualitas perguruan tinggi menang segala-galanya hanya dari lomba catur saja. Menurutnya, Jadi yg juara 1 lomba catur, itu total kualitas perguruan tingginya baik. Itu semua di atas hanya perumpamaan, jika mirip itu kebetulan. Itulah kesalahan memahami  kompetisi, termasuk salah tafsir memahami hasil peringkat webometrics dan 4icu.

Kalau kita sudah memahami dengan benar, apa paramater2 penilaian dalam kompetisi2 di dunia perguruan tinggi, maka kita akan  faham, bahwa masing2 kompetisi itu memiliki value, untuk kepentingan tertentu, baik dari olah raga, agama, psikologi, soft skill dan peningkatan aspek-aspek yang sifatnya parsial, bukan penilaian yang integratif, value itu dikemas oleh masing-masing organisasi yg membidanginya, misal ada FIFA untuk sepak bola, atau ada stadarisasi ITTF untuk tenis meja.

Saya hanya sosok biasa, namun menilai bahwa salah tafsir ini menjadikan orang2 penting termasuk koran2 penting, berbondong-bondong terjerumus kedalam ruangan pemikiran dengan tafsir yg kurang tepat, namun yakin itu adalah pemikiran yg tepat dan memiliki berita dengan nilai jual tinggi.

Lalu apakah 4icu dan webometrics itu tidak penting?

Jawabnya sangat penting, karena itu pola benchmarking terbaik dengan pendekatan kuantitatif dan komparatif sedunia, terutama untuk Webometrics, siapa perguruan tinggi yg dibawah PTS XXXX? dari negara mana?

Aspek marketingnya sangat kuat, bahkan kalau dilihat diskusi anak2 SMA di Yahoo answer, di milis, mereka membandingkan 2-3 perguruan tinggu yang akan dipilih, orientasinya ke webometrics.

Peringkat di Indonesia termasukj BAN PT, adalah pola dari penilaian kualitatif yang bersifat closed. Namun untuk webometrics adalah penilaian kuantitatif yang bersifat opened, karena setiap hari bisa dilihat angka prestasi secara online, oleh semua orang, berapa pencapaian perguruan tinggi UI, UGM, ITB dll

Tinggal penentuan formula dari masing-masing pengelenggara perankingan web dunia ini.

Menurut Dirjen DIKTI (2009, Red), Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D “menekuni Webometrics jauh lebih realistis bagi perguruan tinggi Indonesia, terutama yang bukan comprehensive university, ketimbang bersaing dirating THES-QS yang sangat kompetitif dan fluktuatif”.

Sehingga saya menulis di blog ini, juga bertujuan memberikan tafsir sekilas, bahwa pemeringkatan webometrics dan 4icu adalah lebih kepada penilaian kualitas media online perguruan tinggi, bukan menjadikan lambang ‘lebih baik’ dan ‘lebih buruk’ bagi total kualitas perguruan tinggi yang ada saat ini.

Menyikapi webometrics dengan Lembah Manah lan nrimo

Banyak yang protes terhadap penilaian webometrics dan 4icu, bukan karena  faktor validitas penyelenggara pemeringkatan sebagai acuan, tetapi lebih kepada sisi SDM Perguruan tinggi tersebut yang ‘tersenggol’ zona nyamannya, karena semangat webometrics sendiri, dalam bahasa saya adalah

  1. Wahai perguruan tinggi, janganlah pelit ilmu, jadikanlah karya ilmiah, skripsi, journal dan pemikiran insan akademik untuk  bahan peningkatan kualitas masyarakat, sehingga jangan hannya disimpan di rak-rak buku, di flashdisk tapi juga dipublish di website, apalagi karya2 yang didanai hibah yang diharapkan bisa dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan mereka, termasuk bidan industri, kesehatan,  UKM, ekonomi, kedokteran dll
  2. Wahai perguruan tinggi, jadikanlah media online perguruan tinggi menjadi kekayaan masyarakat umum dengan ilmu, kajian, analisa dan pemikirannya, sehingga perguruan tinggi benar mampu membangun bangsa yang baik tidak hanya dari mahasiswanya tapi  juga dari pengaruh2 nya ke masyarakat lewat  media berkualitas
Namun dari 2 hal tersebut
  1. Tidak mudah mengubah SDM di perguruan tinggi untuk tertib administrasi, rela upload mandiri SKRIPSI menjelang wisuda, upload tesis/disertasi bagi lulusan S2/S3.
  2. Tidak mudah mengubah budaya pengajar rela ‘diatur’ untuk memanfaatkan media online dengan disiplin demi komunikasi kepada mahasiswa.
  3. Tidak mudah mengubah budaya cepat upload materi (free) sehabis ada seminar ada workkshop, tidak mudah menjadikan orang menulikan berita secara real time, karena biasanya kesandung budaya menunda ‘nanti sajalah’ dll
  4. Tidak mudah mengubah SDM rela menulis di blog, forum dll lebih senang memanfaatkan media sosial yang rileks dll. Banyak SDM yang mungkin mengatakan tidak ada waktu untuk bantu peningkatan kualitas media online perguruan tinggi, tapi rela berjam-jam di media sosial online atau game online., termasuk main game di Facebook.
Yah sedikit banyak ada resisten terhadap pemeringkatan webometrics dan 4icu, bahka melawan secara habis-habisan walau belum tahu benar apa ‘parameter’  webometrics dan 4icu sebenernya, namun penolakan itu lebih didorong ‘jangan sampai ada kerjaan tambahan baru dan aturan baru’.
Lalu bagaimana penerapan lembah manah lan nrimo terhadap webometrics?
Jadikanlah pemeringkatan ini sebagai benchmarking, untuk melihat sejauh mana perkembangan optimalisasi media online dari perguruan tinggi lain, bagaimana manajemennya, bagaimana pemberdayaannya, bagaimana kepeduliannya, bagaimana menjadikan stakeholder optimal berpartisipasi di media online termasuk cara penggunaan yang efektif. Anggap itu bukan ‘penilaian’ tapi melihat sebagai ‘peluang perbaikan’.
Sungguh, sebenarnya ini akan memberikan dampak SDM perguruan tinggi akan lebih tertib administratif media online-nya termasuk dokumen-dokumen online-nya…  Namun seperti kata-kata klise, butuh kesadaran dan kemauan belajar kembali, meski yang guru besar sekalipun.
Semoga webometrics dapat menjadikan cermin bagi berbagai perguruan tinggi Indonesia, untuk melihat ‘aku sampai mana’ dan perguruan tinggi lain sampai mana.

Courtesy: Ipan Pranashakti

++ Sebuah catatan umum atas pengamatan sekilas beberapa perguruan tinggi di Indonesia, hasil diskusi ringan dengan insan pendidikan di berbagai perguruan tinggi ++

sumber: LINK