Tantangan dan Arah Perkembangan Politeknik Indonesia
BANDUNG – Upaya revitalisasi pendidikan vokasi terus dilakukan pemerintah. Hal tersebut semata-mata guna meningkatkan daya serap para lulusan sekolah atau perguruan tinggi vokasi di dunia kerja (industri).
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir mengatakan ingin menghilangkan stereotype politeknik sebagai perguruan tingi kelas dua.
“Bagaimana caranya biar poltek bisa ikut dalam seleksi bersama masuk perguruan tinggi. PTN, PTS sama saja. Bukan cuma perguruan tingginya saja tapi juga dosen akan saya revitalisasi. Dua belas politeknik nanti mulai dari kelembagaannya, sumberdaya nya maupun sarana dan prasarana nya itu akan direvitalisasi,” ujarnya saat Kunjungan kerja ke Politeknik Manufaktur Negeri Bandung, Kamis (3/11).
World Economic Forum (WEF) merilis Global Competitiveness Report 2016-2017 yang menunjukkan peringkat daya saing Indonesia turun dari posisi 37 ke 41 dari 138 negara. Menristekdikti menyebutkan terdapat 12 pilar yang menyebabkan hal tersebut. Pokok yang paling mendasar adalah korupsi. Perguruan tinggi harus menghindari hal ini, termasuk perihal pungli dan pemilihan pimpinan rektor atau direktur. Kedua, inefisiensi kebijakan atau lambatnya birokrasi. Ketiga, infrastruktur. Pilar lainnya yaitu pendidikan tingkat atas dan pelatihan serta efisiensi tenaga kerja.
Diantara negara-negara ASEAN, perbandingan tenaga kerja kompetitif kita berada di urutan belakang setelah Singapura dan Malaysia. Pendapatan (gaji) dan produktifitas tenaga kerja Indonesia juga masih sangat rendah. Hal ini mengindikasikan terdapat masalah pada kesiapan tenaga kerja kita. Fakta lainnya yang menunjukkan perlunya revitalisasi pendidikan vokasi juga rendahnya jumlah mahasiswa vokasi Indonesia dibandingkan negara-negara lain di dunia.
“Bagaimana mau mencetak tenaga kerja yang baik, kalau dari kurang lebih 4.300-an perguruan tinggi kita saja politekniknya cuma sedikit dan peminatnya juga sedikit?” tanyanya pada para mahasiswa Polman Bandung yang mengikuti kuliah umum.
Data Badan Pusat Statistik per Agustus 2014 menyebutkan 9,3% pengangguran di Indonesia adalah alumni perguruan tinggi termasuk diantaranya lulusan bergelar sarjana.
Untuk itu, kebijakan Kemenristekdikti yang akan dikeluarkan di tahun 2017 untuk pembangunan ditekankan Nasir akan fokus pada politeknik. Diantaranya kurikulum yang akan disesuaikan dengan kebutuhan industri dan mendorong akreditasi yang baik (A), peningkatan kualitas laboratorium, infrastruktur serta dosen. Anggaran yang digelontorkan guna revitalisasi pendidikan vokasi sendiri sekitar 200 Miliar dan akan terus bertambah pada 2017 nanti. Nasir juga akan mengumpulkan para rektor dan direktur guna membahas seleksi masuk penerimaan bersama bagi politeknik. Dirinya juga mendorong para lulusan politeknik untuk memiliki sertifikat supaya dapat diserap oleh industri dengan cepat.
“Supaya bisa memenuhi kebutuhan industri. Target kami semua lulusan harus punya sertifikat. Ijazah pasti. Karena akan menghadapi persaingan global. Negara bisa maju karena politeknik, negara manapun didunia. Saya ingin menjadikan politeknik garis depan dalam perekonomian Indonesia,” jelasnya.
Para dosen juga akan diikutkan berbagai training baik itu di dalam maupun luar negeri untuk mendapatkan sertifikat ahli di bidang masing-masing. Dalam kesempatan yang sama Menristekdikti didampingi Dirjen Kelembagaan Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo, Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur, Hari Purwanto, juga menyempatkan diri meninjau fasilitas belajar mekatronika, pengecoran logam dan manufaktur di Polman Bandung. (APS)