UKMP2DG Sebagai Tolok Ukur Kelulusan Mahasiswa Program Profesi Dokter Gigi
Bandung – Belmawa. (28/10/16), Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam memenuhi kebutuhan dasar tersebut, Pemerintah memiliki tugas dan kewajiban menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Dokter/ dokter gigi sebagai pelaku pelayanan kesehatan utama harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang handal serta memiliki integritas etika/moral untuk mendukung terwujudnya pelayanan kedokteran bermutu. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dokter/dokter gigi yang profesional, maka proses pendidikan menjadi faktor yang sangat menentukan.
Untuk menjamin mutu, lulusan program pendidikan dokter di Indonesia harus sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) sebagaimana amanat UU RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan UU RI Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran/Kedokteran Gigi. Dan di akhir proses program pendidikan kedokteran dilakukan uji kompetensi mahasiswa yang bersifat nasional untuk memperoleh sertifikat profesi dari institusi pendidikan sesuai UU Pendidikan Kedokteran sekaligus direkognisi sebagai Uji Kompetensi Dokter/Dokter Gigi Indonesia untuk memperoleh sertifikat kompetensi dari organisasi profesi dalam hal ini Kolegium sesuai UU Praktik Kedokteran dan Perkonsil No.1 Tahun 2010
Terkait dengan UKMP2DG seperti tesebut di atas, Kemenristekdikti melakukan pembinaan (melalui PNUKMP2DG) dalam menyelengarakan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Gigi (UKMP2DG) secara serentak di berbagai TUK di FKG Universitas yang ditunjuk. UKMP2DG ini diperuntukan bagi mahasiswa program profesi dokter gigi yang telah menyelesaikan seluruh pekerjaan klinik beserta ujiannya.
Dalam kunjungan ke FKG UNPAD, Tim MONEV Ditjen Belmawa menyempatkan diri berbincang dengan DR.Dudi Aripin, drg,Sp.KG, wakil dekan 2 FKG. Walaupun di luar hujan deras dan angin kencang, peserta UKMP2DG tetap semangat mengikutinya. Ketika dimintai tanggapan terkait UKOM, Dudi menyampaikan bahwa ini hal positif, karena kandidat dokter gigi ini diuji secara nasional, mereka mempunyai kompetensi yang sama, baik negeri atau swasta. “Kompetensi itu harus merata, jadi hal positif. Dalam pelaksanaannya, yang perlu dicermati adalah ada FKG yang sudah lama. KBK itu kan baru tahun 2007, sementara masih ada beberapa angkatan non KBK. Jadi saat dihadapkan dengan kompetensi, karena metode pembelajarannya lain, mereka agak kesulitan karena tidak melakukan itu pada saatnya. Akibatnya mahasiswa yang lama-lama itu tidak lulus. Ini persoalanan buat kami,” ungkap Dudi.
Dudi berharapa agar Kemenristekdiktii dapat memberikan kebijakan khusus pada lulusan lama yang tadinya tidak tersentuh. “Jangan disamakan dengan yang baru. Karena tidak dipersiapkan lebih dulu. Metode pelajarannya juga beda. Saya berharap ada kebijakan khusus dari belmawa untuk memperlakukan khusus untuk mereka. Karena mereka terpola lama, sifatnya departemental, perkulian besa. Untuk FKG baru. Mereka sudah sesuai pembimbingan sudah kita lakukan,” tuturnya dengan penuh semangat.
Sementara itu Asdar gani yang bertugas sebagai panitia pusat menyampaikan bahwa perlu back up IT yang kuat dan distandarkan secara nasional, yang lebih aman dan gampang dioperasionalkan sehingga dapat mengatasi permasalahan apabila terjadi gangguan dalam system yang on-line.
Mengenai UKOM, Dr, Asdar Gani drg,M.Kes yang juga dosen FKG UNHAS Makasar ini memberi catatan kecil agar UKOM ini tidak semata mencerminkan kemampuan sang kandidat. Sejalan dengan opini Dudi Aripin, Asdar menilai mereka yang tidak lulus dari UKOM mungkin karena tidak familiar, perkuliahan masih konvensional, karena pada sebagian Universitas, CBT masih merupakan High Cost. Harusnya ujian bagian departemental yang diperkuat. Asdar berharap agar APDOGI dan organisasi profesi berembuk untuk hal ini. Lebih lanjut Asdar menyampaikan standar penyelenggaraan pendidikan disamakan, termasuk Rumah Sakit Gigi dan Mulut karena masih ada PT untuk FKG belum memiliki fasilitas tersebut.. (AS/Editor/HKLI)