Diplomasi Akademis: Sebuah Pertemuan dengan Konsul Malaysia di Pontianak
Pontianak, FISIP UNTAN,- Melakukan diplomasi tidak hanya dilakukan oleh para diplomat dari Kementerian Luar Negeri. Para dosen dan mahasiswa juga dapat melakukan diplomasi terhadap negara lain. Salah satunya adalah dengan mengunjungi Konsulat Jendral Malaysia di Pontianak. Kegiatan kunjugan tersebut dalam rangka kuliah lapangan mata kuliah Humas Internasional, prodi Ilmu Komunikasi semester 6. Kuliah lapangan tersebut ditujukan untuk mempraktikkan materi mengenai diplomasi yang telah diberikan di kelas.
Kesan pertama, tempat ini angker dan sangat ketat. Sebab melihat gedung besar dengan pagar yang menjulang tinggi ditambah dengan sebuah pos satpam yang menjadi penyaring tamu.
Kami membuat janji bertemu Konsul pada tanggal 19 April 2017 pukul 14.00 WIB. Demi menghormati janji pertemuan, maka kami datang lebih awal setengah jam. Namun, apa mau dikata ternyata bagian keamanan sangat ketat dengan menyatakan bahwa sesuai instruksi pimpinan tamu diterima pukul 14.00 WIB. Barangkali memang di dalam sedang ada kesibukan sehingga belum bisa menerima tamu. Baiklah, kami memutuskan menunggu di sebuah tempat makan dekat gedung Konsulat Malaysia.
Kesan angker dan ketat lainnya adalah saat pertama memasuki pintu rumah. Disambut dengan seorang ibu resepsionis (atau Liason Officer) yang bertampang serius. Sesekali melihat handphone-nya seperti sedang berpacu dengan waktu. Beliau meminta mengisi buku tamu, lalu barulah boleh masuk ke bagian dalam. Protokolernya begitu ketat.
Kesan angker dan ketat itu buyar ketika hendak berjabat tangan dengan Konsul Malaysia. Beliau terlebih dahulu menyapa saya. Beliau mengenali saya sebagai dosen Hubungan Internasional. Kami pernah bertemu di suatu acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa Hubungan Internasional pada tahun 2016. Saat itu saya iseng bertanya kepada beliau atas desakan dari panitia. Untunglah suasana siang itu jadi begitu cair setelah kami berjabat tangan.
Perbincangan kami begitu santai, selayaknya bertamu ke rumah teman. Ditemani jamuan teh hangat obrolan kami begitu mengalir. Beginilah mungkin selayaknya diplomasi publik yang dilakukan perwakilan negara kepada masyarakat di tempatnya bertugas. Obrolan-obrolan seputar pengalaman diplomatik beliau, kebijakan luar negeri Malaysia, kondisi dalam negeri Malaysia, khususnya kondisi politik, pendidikan, dan pariwisata, lalu hubungan antara Indonesia-Malaysia, maupun hubungan Kalimantan Barat dengan Sarawak. Bahkan isu mengenai Korea Utara juga sempat disinggung, meskipun hanya sekilas. Karena ada aturan bahwa selain Perdana Menteri dan juru bicaranya, tidak boleh ada pejabat kerajaan yang memberikan keterangan tentang isu sensitif tersebut.
Hal lain yang membuat kesan angker dan ketat sirna terbawa kehangatan sambutan beliau adalah ketika sesi foto bersama. Ternyata Konsul juga pandai bergaya. Beliau tidak sungkan berpose selayaknya anak muda. Bahkan ketika diajak melakukan boomerang (melakukan rekaman video singkat yang diulang-diulang) beliau juga berkenan. Bahkan beliau sangat antusias menawarkan diri untuk terus berfoto. Pak Konsul sepertinya sangat paham bahwa berdiplomasi dengan masyarakat harus dilakukan dengan gaya-gaya yang lebih luwes dan menyenangkan.
“Saye sangat senang berbincang dengan pelajar-pelajar daripade Indonesia. Karene mereke kelak jadi pemimpin-pemimpin. Jadi, membangun hubungan baik dengan mereke sangat penting.”
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Yang Terhornat Konsul Malaysia di Pontianak, Encik Mohiuddin Ghazali, di sela sesi foto bersama. Ya, berdiplomasi tidak harus duduk di meja perundingan. Diplomasi juga tidak hanya dilakukan oleh pejabat Kementerian Luar Negeri. Semua bisa melakukan diplomasi. Kunjungan yang mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi lakukan juga bagian dari diplomasi. Begitu juga dengan pemberian informasi dan penerimaan yang baik dari pihak Konsulat Malaysia di Pontianak juga bagian dari diplomasi.
Satu rahasia kecil beliau sampaikan kepada saya kenapa beliau begitu ingat dengan saya. “Muke Bapak dosen ini mirip sekali dengan muke kawan saye sejak sekolah dasar.” Suatu kebetulan yang membuat pertemuan (pertemanan) kami menjadi terasa lebih akrab. Pertemuan kami akhiri dengan saling bertukar nomor handphone, jabatan tangan, dan untaian doa semoga ada waktu dan kesempatan untuk dipertemukan kembali. It’s always a pleasure to meet you, Sir! (Prodi Ilmu Komunikasi/Adityo Darmawan Sudagung)